Konflik Israel dan
Palestina sesungguhnya berawal dari persekongkolan antara kaum imperialis Barat
dengan bangsa Yahudi Zionis lebih dari setengah abad yang lalu, mereka bahu
membahu sekuat tenaga merampas tanah Palestina dengan klaim-klaim agamis maupun
historis. Padahal peristiwa panjang ribuan tahun yang terjadi di atas bumi para
nabi ini memperlihatkan bahwa bangsa Palestina adalah pewaris sah tanah
Palestina, baik dilihat dari aspek agamis maupun aspek historis.
Sejarah Israel dan
Palestina menjadi menarik untuk dicermati karena dapat menguak tentang lemahnya
klaim Yahudi atas ‘tanah yang dijanjikan’. Selain itu sejarah ini akan menyadarkan
umat Islam tentang pertarungan antara al-haq dengan al-bathil yang
akan senantiasa terjadi sepanjang waktu. Untuk itu umat Islam dituntut untuk
terus memupuk persatuan dan rasa persaudaraan di antara mereka.
Asal-usul Israel dan Yahudi
Sejarah Israel
berawal dari hijrahnya Ibrahim as. (1900 SM) bersama pengikutnya dari Babilonia
untuk menghindari tekanan Raja Namruz. Orang-orang Assiria dan Kan’an menyebut
para muhajirin ini dengan sebutan Ibrani, yang menurut bahasa
Aramy atau Siryany artinya; orang yang menyeberang, karena mereka hijrah dari
Babilonia ke Kan’an (Palestina) dengan melintasi sungai Eufrat. Sejak itu
kelompok muhajirin dan seluruh turunannya menjadi suatu bangsa yang
dinamai bangsa Ibrani.
Sekilas Tentang Kan’an
Sebelum melanjutkan
uraian tentang asal-usul Israel dan Yahudi, mari kita ulas sejenak tentang
Kan’an yang dijadikan tempat hijrah Nabi Ibrahim.
Cikal bakal bangsa
Kan’an datang dari jazirah Arab pada 2500 SM. Mereka kemudian membangun tidak
kurang dari 200 kota dan desa di sana, seperti Pisan, Alqolan, Aka, Haifa,
al-Khalil, Usdud, Bi’ru Alsaba’, dan Betlehem. Mayoritas penduduk Palestina
sekarang, khususnya di pedesaan, merupakan keturunan kabilah bangsa Kan’an,
Umuriyah, dan Filistin.
Nama Palestina
diambil dari salah satu nama bangsa pelaut yang bermukim di wilayah-wilayah
pesisir yang berasimilasi dengan bangsa Kan’an. Bangsa Filistin kemungkinan
datang dari daerah barat Asia kecil dan wilayah laut Ijah sekitar abad 12 SM.
Bani Israel atau Yahudi
Setelah mangkatnya
Ibrahim, tugas kepemimpinan bangsa Ibrani dipegang oleh putranya, Ishak as..
Selanjutnya Ishak digantikan oleh puteranya yang bernama Ya’qub as. Nabi Ya’kub
mempunyai nama kehormatan; ISRAEL, artinya: Hamba Allah yang amat taat. Beliau
mempunyai 12 orang putera: Rubin, Simeon, Lewi, Yahuda, Zebulon, Isakhar, Dan,
Gad, Asyer, Naftali, Yusuf, dan Bunyamin. Anak cucu Ya’kub kemudian menjadi
suatu bangsa yang disebut Bani Israel (anak cucu Israel). Di antara putera
Ya’kub, yang paling banyak keturunannya ialah Yahuda, maka Bani Israel pun
dibangsakan kepada Yahuda dengan sebutan YAHUDI.
Atas anjuran Yusuf
as—yang pada saat itu menjadi pejabat di pemerintahan Fir’aun—semua anak cucu
Ya’kub berhijrah ke negeri Mesir. Di sana mereka diperlakukan dengan baik oleh
Pharao (Fir’aun) zaman itu. Akan tetapi berabad-abad kemudian muncullah Pharao
yang tidak menyenangi mereka, ia bernama Thotmosis. Dia sangat khawatir
terhadap perkembangan bangsa Israel dan juga tidak suka pada agama tauhid yang
dianutnya. Karena kedengkiannya tersebut Bani Israel dihinakan
menjadi budak.
Bani Israel bersama Musa
Allah kemudian
mengutus Musa dan Harun (abad 13 SM) untuk membebaskan Bani Israel dan mengajak
Fir’aun bertauhid. Tetapi Fir’aun menolak mentah-mentah seruan Musa tersebut.
Bahkan penindasan malah semakin menjadi-jadi. Musa kemudian mengajak Bani
Israel berhijrah menuju Kan’an. Fir’aun mencoba mencegah, tapi akhirnya ia
diazab Allah SWT dengan ditenggelamkan di Laut Merah. Sedangkan Bani Israel
selamat mendarat di gurun Sinai.
Dari Sinai mereka
melanjutkan perjalanan melewati padang belantara Syur yang tandus. Kemudian ke
Sana, Mara, Elim, dan Thursina. Disinilah watak kolokan Bani Israel mulai
nampak, mereka menggerutu, mengomel, serta menyesali Musa dan Harun yang telah
membawa mereka hijrah dari Mesir. Meskipun demikian, dalam perjalanan hijrah
tersebut Allah SWT tetap memberikan berbagai macam kemudahan bagi Bani Israel,
diantaranya berupa naungan awan untuk melindungi dari panas dan menurunkan
manna-salwa sebagai makanan ketika lapar. Tapi di sini pula kebodohan Bani
Israel terkuak:
1. Sewaktu di perjalanan berjumpa dengan orang-orang
Assiria dan Kan’an penyembah berhala, mereka minta kepada Musa agar dibuatkan
patung-patung seperti yang mereka lihat untuk disembah.
2. Di gurun Sin Bani Israel kembali mengomel dan
menggerutu karena kehausan, maka Allah menyuruh Musa pergi ke lereng gunung
Horeb dan memukul batu gunung itu dengan tongkatnya sehingga keluarlah 12 mata
air.
3. Di Thursina Musa dan Bani Israel mendirikan
perkampungan. Setelah itu Musa pergi selama 40 hari ke bukit Thursina untuk
mendapatkan wahyu dari Allah berupa Taurat (perundang-undangan). Akan tetapi
kepergian Musa ke bukit Thursina dimanfaatkan oleh seorang fasik bernama
Samiri, yang mengajak Bani Israel menyembah patung anak sapi.
4. Ketika diajak untuk beriman kepada Taurat yang
diturunkan Allah kepada Musa, mereka malah ragu-ragu dan ingkar seraya berkata,
”Wahai Musa, kami tidak akan pernah percaya kepadamu, kecuali kami bisa
melihat Allah secara langsung dengan jelas..” (lihat QS. Al-baqarah ayat
55).
5. Manakala diajak untuk berjihad memasuki Kan’an
(Palestina) mereka menolak dengan ungkapan yang tidak sopan, sebagaimana
dikisahkan dalam Al-Qur’an,
Mereka berkata: “Hai Musa, kami sampai kapan pun tidak
akan memasukinya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu
bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, Sesungguhnya kami hanya duduk
menanti di sini saja”. (QS. Al-Maidah, 5:
24)
Sebelum sampai di
Kan’an Harun wafat, tugas beliau sebagai Imam Bani Israel diserahkan Musa
kepada Eliazar (putera Harun). Tidak lama setelah itu Musa pun wafat, beliau
berwasiat kepada Bani Israel agar meneruskan cita-cita memasuki negeri
Palestina (Kan’an).
Raja-raja Israel
Kepemimpinan
Eliazar diganti Yusya. Ia kemudian menggerakkan Bani Israel keluar dari gurun
Sinai untuk memerangi bangsa Kan’an dan Filistin penyembah berhala yang tinggal
di sana. Setelah Bani Israel berhasil mengalahkannya, negeri itu kemudian
dibagi menjadi 12 wilayah. Raja mereka yang pertama adalah Thalut yang
memerintah kira-kira antara 1042-1012 SM. Selanjutnya Dawud memerintah lebih
kurang 40 tahun lamanya (1012-972 SM). Ia diganti oleh anaknya Sulaiman yang
memerintah selama lebih kurang 40 tahun juga (972-937 SM). Pada masa
pemerintahan Sulaiman inilah didirikan Haikal (Baitul Maqdis) di atas bukit
Moria (Sion/Zion).
Pengaruh kekuasaan
Sulaiman pada saat itu sangat luas, meliputi daerah antara pinggiran sungai
Eufrat sampai ke laut Merah. Kebesaran zaman Sulaiman inilah yang diimpikan
orang-orang Israel saat ini dengan melakukan gerakan zionisme.
Setelah mangkatnya
Sulaiman, timbulah sengketa dan perpecahan. Golongan Yahuda dan Benyamin
memilih Rahbeam (anak Sulaiman) untuk menggantikan ayahnya menjadi raja.
Sementara 10 golongan yang lain lebih memilih Yerobeam dari turunan suku
Efraim. Karena tidak menemukan titik temu, kerajaan Israel akhirnya terpecah
menjadi dua. Golongan Yahuda membentuk kerajaan sendiri yang mereka namai kerajaan
Yahuda, berpusat di Yerusalem, dengan rajanya Rahbeam. Walaupun kerajaannya
lebih kecil dari kerajaan Israel, kerajaan Yahuda memiliki kelebihan:
a. Mereka menguasai Palestina sebagai ibu kota pusaka
raja Dawud.
b.
Baitul Maqdis berada di daerah mereka.
c. Tabut tempat tersimpannya Taurat Musa berada dalam
wilayah mereka.
Yerobeam, raja
Israel, tidak senang melihat pengaruh kekuasaan kerajaan Yahuda yang tetap
mendalam pada hati semua rakyat, karena setiap sembahyang mereka tetap
menghadap ke Palestina (Baitul Maqdis). Lalu Yerobeam membuat patung lembu emas
untuk sesembahan rakyat Israel, sebagai ganti ibadah biasa, menyembah Yehoah
(Allah) sambil berkiblat ke Baitul Maqdis.
Kehancuran Israel, Yahuda, dan Taurat
Kira-kira pada
tahun 721 SM bangsa Assiria menyerang kerajaan Israel yang berpusat di Samaria.
Seluruh negeri mereka hancurkan, ribuan orang Israel mati terbunuh, orang-orang
terkemuka ditawan dan dibuang ke Assiria.
Pada tahun 606 SM
negara Yahuda menemui nasib yang sama. Tentara Babilonia di bawah pimpinan
Nebukadnezar menyerang Palestina. Orang-orang terkemuka dibuang ke Babilonia.
Ada upaya-upaya untuk merebut kemerdekaan, tetapi perlawanan ini dipatahkan dan
dibalas dengan kejam oleh Babilonia. Kota Palestina dihancurkan, Baitul Maqdis diratakan
dengan tanah, Tabut pusaka Musa dengan Tauratnya dihancurkan, ribuan orang
terbunuh, selebihnya dijadikan budak. Sebagian dapat meloloskan diri ke luar
negeri, di antaranya ke tanah Arab, tepatnya Yatsrib (Madinah).
Peristiwa duka ini
sudah diperingatkan Musa kepada bani Israel sebelum beliau wafat, bahwa jika
mereka menyimpang dari Taurat mereka akan mendapatkan hukuman dari Allah
(wasiat ini tertera dalam Kitab Ulangan: XXVIII; 15, 21, 25, 26).
Kembali ke Palestina
70 tahun lamanya
bangsa Yahudi menjadi budak buangan di Babilonia, sampai negeri Babilonia
ditaklukkan Persia di bawah kekuasaan Cirus (539 SM). Pada tahun inilah Kaisar Persia membolehkan mereka kembali ke Palestina.
Akan tetapi musnahnya Taurat dan pembuangan 70 tahun itu telah merubah bentuk
dan pandangan hidup bangsa Yahudi, mereka kehilangan pedoman.
Pada tahun 330 SM,
Alexander Agung dari Macedonia (Yunani) mengalahkan Raja Persia, Darius III.
Bangsa Yahudi pun berganti tuan. Pada tahun 301 SM negeri-negeri jajahan Yunani
sebagian dapat direbut oleh Kerajaan Mesir. Palestina jatuh menjadi jajahan
Mesir.
Tahun 199 SM
Assiria merebut Palestina dari kerajaan Mesir, mereka menguasainya selama
setengah abad, sampai tahun 142 SM. Pada tahun inilah bangsa Yahudi berhasil
merebut kemerdekaan dari tangan Assiria. Tetapi tidak sampai seabad, karena
tahun 63 SM mereka telah jatuh menjadi jajahan bangsa Romawi.
Pada masa-masa
penjajahan Romawi inilah Allah SWT mengutus Isa as. Para sejarawan berselisih
pendapat mengenai tahun kelahiran Nabi Isa. Di dalam Injil Matius 2: 1
disebutkan bahwa kelahiran Isa adalah pada masa Herodes, jadi paling lambat
kelahirannya terjadi pada 4 SM, tahun matinya Herodes. Sedangkan Lukas
menghubungkan kelahiran Isa dengan masa sensus penduduk di zaman Kirenius wali
negeri di Syiria. Ini berarti Isa lahir pada 6 atau 7 M, sewaktu Yudea dan
Samaria langsung diperintah oleh Roma.
Namun seruan
dakwah Nabi Isa yang mengajak Bani Israel berpegang teguh pada ajaran Musa
diingkari dengan penuh kedengkian. Pada tahun 33 M diadakan perayaan Paskah
tahunan di Bait Allah (Baitul Maqdis). Maksud dari perayaan ini adalah untuk
memperingati diselamatkannya bangsa Israel dari penindasan Raja Fir’aun. Akan
tetapi perayaan ini sudah jauh dari maksud semula, karena telah berubah menjadi
pesta perniagaan yang diwarnai perjudian. Bahkan pintu gerbang Bait Allah
diberi patung burung Garuda sebagai lambang kebesaran kekaisaran Romawi. Hal
ini amat menghina dan mengotori kesucian bait Allah.
Oleh karena itu
Nabi Isa bersama para pengikutnya menyerbu Bait Allah dan memporak-porandakan
arena perniagaan tersebut. Kerusuhan ini menimbulkan kemarahan penguasa Romawi.
Pasukan Romawi kemudian merangsek ke Bait Allah dan berupaya menangkap Nabi Isa
beserta pengikutnya. Tetapi mereka telah menyingkir dan bersembunyi di bukit
Gesmani. Pada saat itu orang-orang yahudi karena kedengkian mereka, menyebarkan
isu bahwa Isa akan melakukan pemberontakan kepada Romawi dan mengangkat dirinya
sebagai Raja Yahudi. Maka terjadilah upaya penangkapan Isa, dan terjadilah
peristiwa controversial: penyaliban Isa.
Pada tahun 70 M,
Bani Israel pernah mencoba memberontak kepada Romawi, tapi tidak berhasil.
Komandan militer Romawi, Titus, berhasil mematahkan pemberontakan itu.
Pada tahun 132-135
M bangsa Yahudi kembali memberontak, tapi lagi-lagi gagal. Pemimpin Romawi
Julius Cyprus akhirnya memporak-porandakan Yerusalem. Di atas puing kota ini,
Kaisar Romawi, Hendrian I membangun kota baru yang dinamakan Elia Capitolina
yang kemudian dikenal dengan nama Elya. Bangsa Yahudi dilarang memasuki kota
Yerusalem selama 200 tahun kemudian. Jumlah populasi mereka pun sangat jarang
di sepanjang 18 abad berikutnya. Sementara itu, penduduk pribumi dari keturunan
Kan’an dan mereka yang berasimilasi dengan mereka dari kabilah-kabilah Arab
tetap langgeng di sana, mereka tetap berkelangsungan hidup setelah kehengkangan
bangsa Yahudi hingga saat sekarang ini.
Bangsa Romawi
berkuasa di Palestina sampai tahun 640 M, yakni sampai datangnya tentara Islam
mengusir mereka. Kota Yerusalem kemudian diserahkan secara resmi kepada
Khalifah Umar bin Khattab tanpa peperangan. Di bawah pemerintahan Islam seluruh
warga masyarakat diperlakukan dengan adil dan diberi kebebasan beribadah sesuai
agamanya masing-masing. Saat itu Yahudi, Kristen dan Islam dapat hidup
berdampingan dengan damai.
Zionisme: Tonggak Berdirinya Negara Israel
Istilah Zionisme
berasal dari akar kata Zion (nama bukit tempat dibangunnya baitul
maqdis) yang pada masa awal sejarah Yahudi menjadi sinonim dengan penyebutan
untuk kota Yerusalem. Kata ini mempunyai arti khusus bagi orang Yahudi terutama
sejak terjadinya penghancuran Baitul Maqdis, untuk mengekspresikan kerinduan
memiliki sebuah tanah air.
Tahun 1896 M, di
Berlin Theodore Hertzel menerbitkan sebuah buku berjudul Negara Yahudi
yang berisi seruan agar orang Yahudi yang bertebaran di mana-mana bertemu. Maka
pada 29 Oktober - 11 Nopember 1897, di kota Pall, Swiss, diselenggarakanlah
Konferensi Zionisme Internasional pertama yang merekomendasikan
berdirinya Negara Yahudi di Palestina.
Hertzl begitu
piawai mengembangkan ideologi zionisme, karena ia sangat menguasai senjata
terpenting abad 20, yakni media massa, lobi, dan public relations. Dalam rangka
merebut pengaruh, Hertzel beraudiensi dengan Paus di Roma, dengan Kaisar
Wilhelm di Jerman, dengan Ratu Victoria di Inggris, atau bahkan dengan Sultan
Turki di Istambul.
Hertzel menemui
Sultan Abdul Hamid II, Khalifah Islam waktu itu. Mereka menawarkan berbagai
tawaran yang menggiurkan kepada sultan asalkan mengizinkan bangsa Yahudi menetap
di Yerusalem. Ada
tiga rayuan yang disampaikan Hertzel:
1.
Yahudi menawarkan 120 juta frank Swiss untuk digunakan membangun armada laut
kekhalifahan Turki.
2. Yahudi siap melunasi hutang-hutang luar negeri
Kesultanan Turki.
3. Yahudi siap memberikan pinjaman tanpa bunga sebesar 35
juta lira emas
Tawaran manis itu
ditolak mentah-mentah oleh Sultan Abdul Hamid, karena beliau mengetahui rencana
sesungguhnya di balik tawaran beracun itu. Bahkan menurut beberapa catatan,
Sultan sampai meludahi wajah Hertzel.
Hertzel pun mampu
memobilisir dana dari para hartawan Yahudi seperti Moses Hess atau Baron de
Rothchilds di London. Selain itu, setiap cabang gerakan Zionis di berbagai
penjuru dunia selalu dianjurkan untuk menerbitkan koran atau majalah yang
memuat artikel mengenai perjuangan mereka. Mereka mencoba menyebarkan citra dan
opini positif mengenai gerakan zionisme.
Sementara itu di
Hollywood tiga serangkai Yahudi Melvyn, Goodwyn dan Meyer mendirikan studio
film MGM yang terkenal itu. Tokoh lain, Adolfh Zuckor, merupakan pionir
terpenting perkembangan industri film Amerika Serikat yang kini menguasai
dunia. Dengan peranan mereka sebagai perintis industri, maka tidak aneh jika
sutradara, bintang film, bisnismen maupun produser film Hollywood sebagian
besar berasal dari kalangan Yahudi. Saat ini diantaranya David Geffen, Steven
Spielberg dan Jeffry Katzenberg bersama-sama membentuk studio baru
“Dreamworks”, merupakan pendukung setia zionisme.
Berkat lobi-lobi
dan pembentukan opini yang intens, maka pada 9 Mei 1916, terwujudlah
persetujuan “Sykes-Picot” antara Perancis dan Inggris yang berisi pembagian
wilayah-wilayah kekuasaan Usmani yang berhasil mereka rebut, Palestina kemudian
diletakkan di bawah mandat Inggris.
Usaha untuk
menghancurkan kekhalifahan Utsmani dan merampas tanah Palestina juga dilakukan
dengan menimbulkan perpecahan di kalangan bangsa Muslim. Di dalam hal ini
peranan Inggris amatlah penting. Kepada Syarif Husein, Penguasa Mekkah saat
itu, pemerintah Inggris menjanjikan kemerdekaan bagi negara-negara Arab dan
berdirinya Khilafah Islamiyah Arabiyah yang dipimpin tokoh Mekkah atau
Madinah, bila berhasil meruntuhkan Khilafah Utsmaniyah dari dalam. Pada 10 Juni
1916 Syarif Husein memproklamasikan pemberontakan Arab terhadap kekuasaan
Khalifah Turki Utsmani. Tapi ternyata Inggris mengkhianati janjinya, bahkan
yang terjadi adalah wilayah Arab dibagi-bagi menjadi negara-negara kecil dan
Syarif Husein sendiri dibuang ke Syprus.
Pada 2 Nopember
1917 lahir apa yang disebut perjanjian Balfour yang menyatakan Inggris akan
berusaha keras mewujudkan cita-cita berdirinya negara nasional Yahudi di
Palestina. Perjanjian Balfour tersebut kemudian diperkuat oleh keputusan
Majelis Umum PBB pada 24 Juli 1922 yang melegalisasi mandat Inggris atas
Palestina. Orang-orang Yahudi dari berbagai negara mulai bergerak menduduki
Yerusalem (Al-Quds) pada tahun 1929. Pada tahun ini kaum Muslimin Palestina
menyelenggarakan pertemuan besar untuk mendukung berdirinya Badan Pembela
Masjid Al-Aqsha. Pada musim panas tahun yang sama orang-orang Yahudi
melancarkan demonstrasi pamer kekuatan, yang kemudian dibalas dengan
demonstrasi tandingan kaum Muslimin yang lebih besar. Suasana di Al-Quds
memanas, puncaknya adalah pecahnya bentrokan antara kaum Muslimin yang tidak
bersenjata dengan kaum Yahudi yang dipersenjatai Inggris. Peristiwa ini disusul
dengan bentrokan-bentrokan lain dan penangkapan besar-besaran penduduk
Palestina oleh Inggris. Pada 23 Agustus 1929 meletuslah perlawanan yang dikenal
dengan Revolusi Buraq. Inggris segera mematahkannya, pada 17 Juni 1930,
Gubernur Jenderal Inggris di Palestina menghukum gantung 3 pejuang Palestina
yang terlibat perlawanan tersebut. Namun hal ini tidak membuat perlawanan kaum
Muslimin berhenti, pada 25 Nopember 1935, Izzudin Al-Qassam dengan beberapa rekannya
menemui syahadah setelah pertempuran hebat melawan Inggris di Junain.
Selain perlawanan
bersenjata, bangsa Palestina pun melawan dengan cara melaksanakan pemogokan
menyeluruh di Palestina selama kurang lebih 6 bulan sebagai bentuk protes
dipersenjatainya Yahudi oleh Inggris. Tetapi pemogokan ini berhenti setelah
adanya campur tangan beberapa pemimpin Arab atas desakan Inggris, teman
sepersekongkolan mereka.
Pada 15 Mei 1947
Majelis Umum PBB membentuk Komisi Khusus untuk urusan Palestina. Komisi Khusus
ini menyelesaikan tugasnya pada bulan Agustus 1947 dan menghasilkan sejumlah
laporan, antara lain berisi pentingnya Yahudi mempunyai satu negara di
Palestina dan mengamankan nasib imigran Yahudi yang semakin bertambah.
Sedangkan masalah Arab, menurut komisi ini perlu didirikan sebuah negara Arab
Palestina merdeka.
Pada 29 Nopember
1947 Majelis Umum PBB mengeluarkan keputusan No. 181 tentang pembagian
Palestina berdasarkan hasil penelitian Komisi Khusus untuk urusan Palestina.
Sejak 10 Februari 1948 penguasa Inggris mulai mengukur beberapa daerah dan
menyerahkan bumi Palestina kepada orang Arab dan Yahudi sebagai pelaksanaan
keputusan PBB. Akibat pembagian wilayah tersebut seluruh kaum muslimin
Palestina melancarkan demonstrasi dan penolakan serta bantahan terhadap hasil
penelitian internasional PBB tersebut. Demonstrasi-demonstrasi serupa
dilancarkan di Mesir, Suria, Libanon dan negara-negara Arab lainnya.
Sementara itu,
bentrokan-bentrokan keras terus terjadi. Pada bulan Maret 1948 Dewan Keamanan
PBB bersidang untuk mempelajari situasi dan menyerukan supaya PBB meletakkan
Palestina di bawah perwalian PBB sementara dan menghentikan rencana pembagian
Palestina. Tapi, tanggal 15 Mei 1948, Yahudi malah memproklamasikan negara
Israel. Sekaligus juga tanda berakhirnya mandat Inggris.
Esoknya, 16 Mei
1948, pasukan Arab (Mesir, Suriah, Iraq, Yordania, dan Libanon) memasuki
Palestina, namun tanpa kekuatan dan perlawanan yang berarti, kecuali 10.000
pasukan relawan Organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun yang dikirim pemimpinnya,
Hasan Al-Banna untuk membebaskan Palestina. Kehadiran pasukan Al-Ikhwan
Al-Muslimun ini bukan hanya menggetarkan Israel, tapi juga menimbulkan
kekhawatiran negara-negara Arab. Mereka khawatir, kemenangan dan keperwiraan
pasukan Al-Ikhwan Al-Muslimun bukan saja berdampak di Palestina, tapi
juga di negara-negara Arab. Mereka tidak mau kehilangan pengaruh di
tengah-tengah rakyatnya.
Akhirnya
negara-negara Arab berkomplot untuk memusnahkan pasukan Al-Ikhwan
Al-Muslimun. Atas desakan Inggris pasukan Al-Ikhwan Al-Muslimun
akhirnya ditarik mundur oleh Mesir, selanjutnya para aktivisnya dijebloskan ke
penjara dengan tuduhan akan merencanakan kudeta militer.
Perang ini
akhirnya dimenangkan Yahudi dan mengakibatkan kekalahan besar bagi bangsa Arab.
Akan tetapi perlawanan terhadap Yahudi tidak berhenti dan tidak akan pernah
berhenti. Perlawanan tersebut saat ini diantaranya dimotori oleh Harakah
Muqawwamah Al-Islamiyah (HAMAS) yang didirikan oleh Syaikh Ahmad Yasin
(alm) pada hari Selasa, 15 Desember 1987, yang juga merupakan salah satu sayap
organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun di Palestina.
Klaim-klaim Yahudi atas Palestina
Penjajahan Yahudi
atas Palestina didasari klaim-klaim serta mitos-mitos relijius dan historis.
Secara relijius mereka menganggap bahwa Allah telah menjadikan Palestina
sebagai “Tanah yang dijanjikan”. Sedangkan relasi historis mereka dengan
Palestina, adalah karena mereka pernah berkuasa, bermukim disana dan punya
hubungan psikis dan spiritual dengan negeri ini.
Akan tetapi kaum
muslimin tetap konsisten pada pendirian bahwa Yahudi tidak berhak sama sekali
atas negeri ini. Alasannya adalah, pertama, dari sudut pandang agama,
wilayah ini diberikan pada bangsa Yahudi di saat mereka menjunjung tinggi
bendera tauhid dengan penuh konsisten di bawah kepemimpinan para rasul dan
pemuka agama mereka. Adapun apabila mereka melenceng dari kebenaran dan
berupaya mendistorsinya, bahkan membunuhi para Nabi serta membuat keonaran di
muka bumi, hilanglah keabsahan relijius yang mereka klaimkan. Yang berhak atas
negeri ini justru adalah kaum Muslimin, karena mereka adalah pewaris panji
tauhid. Jadi, persoalannya tidak terkait dengan bangsa, keturunan, dan
nasionalisme. Namun erat hubungannya dengan persoalan ikut tidaknya seseorang
dengan ajaran tauhid.
Allah memberitahu
Ibrahim bahwa keimanan dan kepemimpinannya tidak dapat dipegang oleh mereka
yang zalim dari keturunan dan anak cucunya. Karena, sekali lagi, persoalannya
terkait dengan konsistensi terhadap manhaj dan ajaran Allah. Kalau persoalannya
adalah masalah garis keturunan, maka Bani Israel tidak berhak mengklaim bahwa
mereka adalah satu-satunya yang berhak atas kepemimpinan. Pasalnya, Ismail as
dan keturunannya pun berhak atas janji yang diberikan pada Ibrahim.
Alasan kedua, menanggapi
klaim dari sisi historis, maka sesungguhnya pemerintahan Bani Israel di
Palestina sangatlah singkat yang tidak lebih dari 4 abad di sebagian wilayah
Palestina dan bukan seluruhnya. Sedangkan pemerintahan Islam berlangsung disana
selama 12 abad (636-1917 M) yang sempat dijeda oleh peperangan Salib untuk
beberapa masa. Selain itu sebagian besar bangsa Yahudi telah meninggalkan
wilayah Palestina, dan terputus kontak mereka dengan negeri ini selama 18 abad
(sejak 135 M hinga abad 20), sedangkan penduduk pribumi asli Palestina asli—yang
kemudian masuk Islam—belum pernah meninggalkan negeri ini selama 4500 tahun
yang lalu hingga tiba waktu pendeportasian besar-besaran yang dilakukan para
kriminal Zionis pada tahun 1948 M.
Satu hal lagi,
sesungguhnya lebih dari 80% Yahudi di zaman ini tidak jelas hubungannya sama
sekali dengan Bani Israel, baik keturunan maupun sejarah. Hal itu karena
sebagian besar Yahudi kontemporer adalah bangsa Yahudi Khazar yang
berasal dari kabilah Tatar, Turki kuno yang berdiam di wilayah Kokaz dataran
tinggi Georgia (selatan Rusia). Mereka berkonversi dengan Yahudi pada abad 8 SM
di bawah pimpinan rajanya Bolan.Tahun 740 M saat kerajaan mereka runtuh,
tersebarlah mereka ke berbagai penjuru Rusia dan timur Eropa. Mereka kemudian
disebut Yahudi Askhenazi. Golongan Yahudi ini adalah penganut sekte sesat
Qabalisme. Golongan yang lain adalah Yahudi Sephardim, berasal dari kerajaan
Yahuda yang berpegang pada Taurat Musa, saat ini mereka paling menderita akibat
berkembangnya gerakan zionis. Mereka akhirnya terusir dari kampung halamannya
di berbagai negara Arab. Ketika beremigrasi ke Israel pun mereka menjadi warga
negara kelas dua dan mendapat perlakuan diskriminatif dari Yahudi Askhenazi
yang menguasai politik dan ekonomi negara.
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh Israel pada bangsa
Palestina adalah murni tindakan kriminal. Dan tidak pantas bagi kita masyarakat
dunia, khususnya kaum muslimin, diam seribu bahasa.
By : Aep Saepudin S.Ag
Daftar Pustaka
Hakim, Agus. 1989.
Perbandingan Agama. Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan
Majusi, Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, Sikh. Bandung: CV. Dipenogoro
Hafidh, ’Ali. 1998. Beberapa Bagian
dari Sejarah Madinah. Jeddah: King
Fahd
National Library
Katz & Friends, Prof. Jacob. 1997. Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Zionisme.
Surabaya: Pustaka Progressive
Kelompok Studi dan Pencinta Dunia
Islam. 1989. Inthifadhah: Gerakan Perlawanan
Islam Palestina. Jakarta
Maulani, Z. A.
2002. Zionisme: Gerakan Menaklukkan Dunia. Jakarta: Daseta
Shaleh, DR. Muhsin
Muhammad. 2002. Palestina: Sejarah, Perkembangan, dan
Konspirasi. Jakarta: Gema Insani Press
Harakatuna.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar